ALIRAN SEJARAH dan ALIRAN INSTITUSIONAL
ALIRAN SEJARAH (HISTORIS)
Dengan berhasilnya tokoh-tokoh neo-klasik dalam mementahkan serangan
pemikiran-pemikiran sosialis/marxis, maka bendera system
liberal/kapitalisme kembali berkibar dan pada waktu bersamaan, di Jerman
perkembangan suatu aliran pemikiran ekonomi yang disebut Aliran Sejarah
(historism ).
Pola pemikiran aliran sejarah didasarkan pada perspektif sejarah.
Kerangka dasar teoritisnya berikut pola pendekatan yang digunakan oleh
aliran sejarah dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi sangat berbeda
dan terpisah dari aliran utama (mainstream) yang berawal dari kaum
klasik. Nama aliran sejarah diinspirasikan oleh keberhasilan metode
sejarah dalam bidang- bidang hukum dan bahasa. Dari beberapa pakar
Jerman sendiri ada yang menamakan alian sejarah sebagai aliran “etis”,
untuk menunjukan ketidak senangan mereka pada paham hidonisme klasik.
A. SERANGAN TERHADAP METODE KLASIK
Pemikiran pemikiran klasik secara eksplisit mengakui bahwa manusia
berdasarkan hakikatnya bersifat serakah (paham hidonisme). Paham ini
kemudian dikembangkan menjadi paham utilitarianisme.
Pendekatan-pendekatan tersebut menurut para pemikir aliran sejarah
dinilai terlalu sempit. Menurut doktrin aliran sejarah, motif orang
untuk bertindak tidak hanya didasarkan pada motif laba dan kepentingan
pribadi, tetapi juga didorong etika dan implus-implus lainnya.
Pandangan kaum klasik perekonomian diserahkan kepada kekuatan pasar,
dimana setiap orang diberi kebebasan berbuat demi kepentingan
masing-masing. Dan akhirnya melalui apa yang disebut "invisible hand",
akan tercipta suatu harmoni secara keseluruhan. Pemikiran seperti ini
juga dikecam oleh pakar-pakar sejarah, sebab dinilai terlalu mekanistis,
dan menghendaki agar hal ini diganti dengan dasar pemikir yang lebih
etis.
Pada intinya pemikir aliran sejarah menolak argumentasi pemikir pemikir
klasik bahwa ada undang-undang alam tentang kehidupan ekonomi. Bagi
mereka masayarakat harus di ganti sebagai satu kesatuan organisme dimana
interaksi sosoial berkait dan berhubungan antar individu. Pemikir-
pemikir aliran sejarah menghendaki agar kegiatan masayarakat dilandasi
pada suatu system yang menyeluruh, yang mencakup semua organisme dalam
kehidupan bermasayarakat sebagai suatu keseluruhan. Penganut aliran
sejarah yang tidak percaya pada mekanisme pasar bebas klasik pada
umumnya sepakat untuk meminta campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Investasi pemerintah diharapkan mampu membawa proseos
ekonomi pada tujuan-tujuan sosial dan ekonomi yang diinginkan bersama
dan tanpa campur tangan pemerintah dalam perekonomian tidak akan ada
jaminan keadailan sosial.
Bagi pemikir-pemikir sejarah, fenomena-fenomena ekonomi merupakan produk
perkembangan masayarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan
sejarah, karena itu semua pemikiran, teori, dan kesimpulan ekonomi harus
di landaskan pada empiris sejarah. Pemikir-pemikir aliran sejarah tidak
setuju dengan anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip
ekonomi berlaku secara universal.
Pemikir-pemikir aliran sejarah dengan gencar menyerang metode pendekatan
deduktif yang digunakan kaum klasik. Dengan pendekatan deduktif
analisis ekonomi bertitik tolak dari pengamatan secara umum. Kemudian
dari pengamatan secara umum itu diambil kesimpulan secara khusus
(reasoning from the general to the particular). Bagi pakar aliran
sejarah metode deduksi ini dinilai terlalu abstrak dan terlalu teoritis,
dimana dari beberapa postulat kemudian mang-claim bahwa
pemikiran-pemikiran mereka belaku umum (universal). Menurut kaum sejarah
metode deduksi ini sering tidak sesuai dengan realitas, dan karenanya
sering membawa kita kedalam kesimpulan yang sering keliru. Untuk
mengatasi kelemahan metode klasik tersebut maka pemikir-pemikir aliran
sejarah menawarkan metode induktif-historis.
Pola pendekatan induksi empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan
pengkajian yang bersifat khusus, dan dari sisi ini diambil suatu
kesimpulan umum (reasoning from the particular to the general). Dengan
metode induksi empiris maka hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori
ekonomi hanya berlaku suatu tempat pada waktu-waktu tertentu, sebab
hukum, dalil maupun teori ekonomi sangat tergantung pada kondisi dan
lingkungan setempat.
B. TOKOH-TOKOH ALIRAN SEJARAH
Tokoh-tokoh aliran sejarah sangatlah banyak, namun yang akan
dibahas kali ini yang dianggap paling penting saja, diantaranya yaitu :
1. Friedrich List (1789-1846)
Friedrich List lahir dan memperoleh pendidikan di Jerman. Ia pernah
mengajar di Negara tersebut, tetapi idenya memaksanya untuk pindah ke
Amerika Serikat. Salah satu buku list yang terkenal adalah:Das
Nationale System der Politischen Oekonomie, der Internationale Handel,
die Handels Politik und der Deutche ollverein, atau dalam bahasa
Inggrisnya: The National System of Political Economy, International
Trade, Trade Policy and the German Customs Union (1841). Dalam buku-
buku tersebut List menyerang pakar-pakar klasik yang disebutnya
“kosmopolitan” sebab mengabaikan peran pemerintah.
Lebih lanjut List mengatakan bahwa kita biasa mengambil kesimpulan
tentang perkembangan suatu masyarakat dari data sejarah. Dari cara
mereka berproduksi maka setiap kelompok masyarakat pada umumnya melewati
tahap-tahap sejarah sebagai berikut:
a.) Tahap berburu dan menangkap ikan, atau tahapbarbarian, yang berciri
masayarakat primitif sebab kebutuhan dari apa yang disediakan oleh alam,
b.) Zaman mengembala ataupastoral, yang mulai berternak tapi masih
nomaden atau tidak menetap,
c.) Zamanagr ar is, dimana masyarakat mulai menetap dan bertani secara
subsisten,
d.) Zaman bertani, menghasilkan industri manifaktur sederhana dan mulai
melakukan perdagangan lokal, dan
e.) Masyarakat bertani, manufaktur lebih maju dan telah melakukan
perdaganagan internasional.
Menurut List, system perdagangan bebas yang dianjurkan kaum klasia hanya
cocok bagi negara-negara yang sudah berada pada tahap ke lima (waktu
itu misalnya Inggris), tapi system perdagangan bebas jelas tidak cocok
untuk keadaan Jerman waktu itu, yang keadaan industrialisasinya agak
tertinggal dengan keadaan industrialisasi di negeri Inggris.Untuk
memajukan perekonomian Jerman, List menyarankan agar
pemerintah menyusun berbagai kegatan ekonomi sebagai bagian dari
kegiatan produksi dan kemampuan nasional. Dua sektor utama yang sangat
menentukan perekonomian nasaional adalah sektor pertanian dan industri.
Menurut List sektor pertanian diperlukan untuk menyediakan bahan pangan
masyarakat, namun sektor ini tidak dapat membawa perekonomian lebih
maju. Lebih tegasnya List berpendapat bahwa negara harus juga memajukan
perekonomian melalui sektor industri, dan industrialisasi lah yang
merupakan langkah awal membawa perekonomian lebih maju. Namun
industrialisasi tidak hanya bertujuan untuk memajukan sektor industri,
tetapi lebih jauh juga membawa perbaikan pada sektor pertanaian serta
perkembangan dan kemajuan dibidang-bidang lainnya, termasuk perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat luas.
Dari uraian di atas jelas bahwa List lebih banyak mencurahkan perhatian
pada permasalahan ekonomi, terutama bagaimana melindungi industrialisasi
Jerman yang waktu itu tertinggal dari industrialisasi Inggris.
2. Bruno Hildebrand (1812-1878)
Hildebrand aktif dalam berbagai penelitian dan penulisan karya karya
ilmiah. Dalam melakukan penelaan dan penelitian-penelitian ekonomi, ia
menekankan perlunya mempelajari sejarah, maksudnya penelitian ekonomi
harus didukung oleh data statistik empiris yang dikumpulkan dalam
penelitian sejarah ekonomi.
Hildebrand juga menekankan pentingnya evolusi dalam perekonomian
masyarakat. Menurut Hildebrand, dilihat dari cara tiap kelompok
masyarakat dalam melakukan tukar-menukar dan berdagang,
kelompok-kelompok masyarakat tersebut dapat dibedakan atas tingkatan-
tingkatan sebagai berikut:
a.) Tukar-menukar secara in-natural atau barter,
b.) Tukar menukar dengan perantara uang,
c.) Tukar menukar dengan menggunakan kredit.
Penelitian Hildebrand diatas dianggap cukup baik dalam bidang sosiologi
dan kurang bermanfaat dalam bidang ekonomi. Yang mana kelemahannya yaitu
beberapa penelitan berdasarkan pada monografi sejarah yang bersifat
deskriptif tentang masalah-masalah ekonomi, tetapi karyanya tersebut
tidak ditujukan pada acuan yang padu. Oleh sebab itu karya-karya
penelitan sejarah Hildebrand tersebut dinilai tidak berarti dalam
perkembangan ilmu ekonomi.
3. Gustav von Schmoler (1839-1917)
Schmoler terkenal karena terlibat dalam perdebatan yang sangat sengit
dan pakar-pakar klasik, terutama dengan Carl Menger, tentang metodologi
perkembangan ilmu ekonomi. ia dianggap sebagai pemikir sejarah yang
paling gigih menyarankan agar metode deduktif klasi
ditukar dengan metode induktif-empiris. Pandangan Schmoler agak berbeda
dengan pandangan tokoh-tokoh aliran sejarah lainnya, yang mana
tokoh-tokoh sejarah yang lainnya menghendaki berbagai kebijakan di dalam
bidang ekonomi, Schmoler menghendaki agar kebijaksanaannya menyangkut
politik sosial, dan lebih jauh dari itu, juga meningkatkan kesejahteraan
kaum buruh.
Untuk mencapai tujuannya Schmoler dan rekan-rekannya mendirikan sebuah
forum untuk menghimpun pemikiran-pemikiran dalam menghadapi berbagi
masalah ekonomi dan sosial, dan hasil pertemuan serta kesimpulan
disampaikan kepada pemerintah sebagai masukan. Salah satu berhasilnya
pertemuan-pertemuan yang di sampaikan kepada pemerintah dengan
dibentuknya undang-undang untuk melindungi kaum buruh dari penindasan
kaum pengusaha. Jaminan sosial yang diberikan kepada kaum buruh tersebut
yang sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan dianggap sangat
maju untuk zaman bagi dirinya, sebab dinegara-negara Eropa pada umumnya
belum ada perundang-undangan perlindungan kaum buruh seperti yang di
Jerman tersebut.
4. Werner Sombart (1863-1941)
Penelitan Sombart yang sering dikutip oleh orang adalah penelitannya
tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Sombart mengatakan bahwa
pertumbuhan masyarakat kapitalis sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan masyarakat. Dalam karyanya:Der
Moderne Kapitalismus (1902), Werner Sombart lebih lanjut mengatakan
bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis dapat dibedakan atas beberapa
tingkatan, yaitu:
a.) Tingkat pra-kapitalisme
Pada tingkat pra-kapitalisme kehidupan ekonomi masih bersifat komunal,
struktur sosial masih berat kearah pertanian, kebutuhan manusia masih
rendah, uang belum dikenal, motif laba
maksimum masih belum nampak, dan produk seluruhnya lebih
ditunjukan untuk diri sendiri.
b.) Tingkat kapitalisme menengah
Pada tingkat ini walaupun kehidupan ekonomi masih bersifat komunal,
tetapi mulai memperlihatkan ciri-ciri individualisme, struktur pertanian
industri mulai berimbang, masyarakat mulai mengenal uang, motif laba
maksimum mulai nampak, dan produksi tidak hanya untuk diri sendiri,
tetapi ditunjukan juga untuk pasar.
c.) Tingkat kapitalisme tinggi
Pada tingkat ini disebutkan tingkat kapitalisme tinggi, ciri masyarakat
komunal hilang, paham individualisme mulai menonjol, struktur ekonomi
semakin berat ke industri dan perkotaan, peran uang semakin menonjol,
motif laba maksimum makin kelihatan, dan sebagian produksi dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan pasar.
d.) Tingkat kapitalisme akhir
Tingkat ini ditunjukan oleh ciri-ciri dimana sikap individualisme lebih
tinggi, tetapi kepentingan masyarakat tidak diabaikan, industri mulai ke
padat modal, disamping uang kartal juga mulai di kenal uang giral,
motif laba maksimum lebih tinggi, tetapi juga dipertimbangkan penggunaan
laba untuk kepentingan masyarakat, dan produksi untuk pasar.
5. Max Weber (1864-1920)
Max Weber adalah ahli sosiologi dalam arti luas dimana ilmu ekonomi dan
sejarah ekonomi oleh Weber juga dimasukan sebagai ilmu sosiologi. Dalam
bukunya yang cukup terkenal, yaitu The Protestant Ethic
and the Spirit of Capitalism (1958) ia menjelaskan ada pengaruhnya ajaran
agama Protestan terhadap prilaku ekthinking
Perilaku ekonomi kapitalis, kata Weber, bertolak dari harapan akan
keuntungan yang akan diperoleh dengan m,empergunakan kesempatan bagi
tukar menukar yang didasarkan pada kesempatan mendapatkan keuntungan
secara damai. Hasil pengamatan Weber menunjukan bahwa golongan penganut
agama Protestan, terutama kaum Calvinis menduduki tempat teratas.
Menurut orang Calvinis keselamatan hanya diberikan pada orang-orang
terpilih, hal inilah yang mendorong orang bekerja keras agar masuk
menjadi golongan orang terpilih tersebut. Dalam pemikiran teologis
inilah semangat kapitalisme yang bersandar pada cita, ketekunan, hemat,
rasional, berperhitungan, dan sanggup menahan diri, menemukan
pasangannya.
Tidak semua orang menerima tesis Weber, diantaranya yang menentang,
yaitu Bryan S Turner, R.H.Tawney, Kurt Samuelson, Robert N. Bellah,
Andrew Greeley, dan tokoh-tokoh lainnya yang pernah meneliti dampak
ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya penelitian
tentang masyarakat islam dan penganut-penganut agama Tokugawa di Jepang.
Kritik-kritik tersebut antara lain dapat dibaca dalam buku yang diedit
Taufik Abdullah: Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (1979).
6. Henry Charles Carey (1793-1879)
Henry Carey adalah seorang pemimpin gerakan proteksionis dari Amerika
Serikat. Dalam karyanya: Principles of Social Science, Carey menekankan
perlunya diversifikasi industri untuk menciptakan lapangan pekerjaan
lebih luas. Menurutnya suatu negara yang hanya mengandalkan pembangunan
pada ekspor produk-produk pertanian dinilainya sebagai tindakan yang
bodoh dan merugikan.
Pendukung-pendukung aliran sejarah yang lain dari Amerika Serikat adalah
Simon Nelson Patten dan Daniel Reymond. Nelson Patten (1852-1992)
mengajukan argumen-argumen yang menyokong proteksi sebagaimana yang
dikemukakan oleh Carey. Sedangakan Daniel Reymond
(1786-1849) adalah seorang ahli hukum yang kemudian tertarik dengan
persoalan-persoalan ekonomi. Daniel Raymond merupakan ekonom politik
penting pertama muncul di Dia menulis Thoughts on Political
Economy (1820) dan The Elements of Political Economy(1823).
Daniel Reymond berteori bahwa “kekayaan menciptakan tenaga kerja,” yang
mungkin telah perbaikan berdasarkan pemikiran Adam Smith dari Eropa.
Daniel Raymond berpikir bahwa ekonomi Inggris sebenarnya perekonomian
berpangkat lebih tinggi anggota masyarakat, dan bukan ekonomi seluruh
bangsa. Ia berpendapat bahwa kekayaan bukanlah suatu agregasi nilai
tukar, seperti Adam Smith telah mengandung itu. Daniel Raymond
berpendapat bahwa kekayaan adalah kemampuan atau kesempatan untuk
mendapatkan keperluan dan kemudahan hidup oleh tenaga kerja.
Pada tahun 1845, ia menulis sebuah buku judul “The Elements of
Constitutional Law” yang mencakup definisi dasar sebuah pemerintahan,
sebuah negara berdaulat, sebuah konfederasi dan sebuah konstitusi.
Sementara konsep-konsep ini telah berevolusi, banyak teori-teori dasar
yang masih memiliki relevansi yang diuraikan dalam analisis politik
modern. Tulisannya mempengaruhi perkembangan politik di Amerika Serikat.
Jika di perhatikan, dapat dikatakan bahwa doktrin aliran sejarah kurang
jelas. Lebih tegas mereka tidak mengembangkan suatu “system” melainkan
lebih merupakan reaksi terhadap pemikiran-pemikiran klasik dan
neo-klasik. Pemikir sejarah lebih banyak hanya mengkritik metode deduksi
klasik, tetapi tidak melihat kelemahan dari metode induksi empiris
mereka sendiri.Yang mana kelemahan utama induksi ialah sulitnya mencapai
suatu kesimpulan yang padu tentang perekonomian masyarkat.
Keuntungan lain yang biasa dipetik dari serangan pemikiran-pemikiran
aliran sejarah terhadap kaum klasik ialah dalam pengembangan penelitian
metode ekonomi. Oleh Schumpeter, perdebatan tentang metode induksi dan
deduksi ini dinilai sebagai penghambur-penghambur energi saja. Tetapi
tentu tidak semua orang berpendapat dengan Schumpeter, sebab sebagaimana
yang terbukti kemudian dari perdebatan ini lahir suatu kesadaran bagi
pemikir-pemikir ekonomi di kemudian hari, bahwa dalam melakukan
penelitian ekonomi sebaiknya di gunaka metode deduksi (reasoning from
the general to the particular) dan induksi(reasoning
from the particular to the general) secara hilir mudik, yang kemudian
dikenal dengan metode reflective thinking. Untuk mengembangkan industri
dosmetik, List menganjurkan adanya suatu lembaga negara yang akan
melindungi industri dalam negara melalui pajak impor, dan pemerintah
secara intervensi untuk menyeimbangkan pertanian, industri dan
perdagangan.
ALIRAN INSTITUSIONAL
Aliran sejarah di kembangkan di daratan Amerika Serikat pada tahun 20-an
muncul aliran pemikiran ekonomi lain yang disebut aliran
“institusional”. Ada sedikit persamaan antara aliran institusional
dengan aliran sejarah, sebab keduanya sama-sama menolak metode klasik.
Akan tetapi dasar falsafah dan kesimpulan kesimpulan politik kedua
aliran tersebut berbeda. Aliran institusional menolak ide eksperimen
sebagaimana yang di anut oleh aliran sejarah. Begitu juga pusat
perhatian aliran institusional terhadap masalah-masalah ekonomi dalam
kehidupan masyarakat juga berbeda.
Orang yang paling berpengaruh dan mempunyai peran dominan terhadap
keberadaan aliran institusional adalah Thorstein Bunde Veblen
(1857-1929). Veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang digunakan
kaum klasik dan neo-klasik dan model model teoritisnya dan cenderung
terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran ekonomi
klasik dan neo-klasik juga dikritiknya karena di anggap mengabaikan
aspek-aspek non ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal
pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap tingkah laku
ekonomi masyarakat.
Bagi Veblen masyarakat adalah suatu kompleksitas dimana tiap orang
hidup, dan tiap orang dipengaruhi serta ikut mempengaruhi pandangan
serta perilaku orang lain. Dari penelitian dan pengamatannya ia
menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat berubah dari tahun ke tahun.
Penelitian tentang perubahan perilaku dilakukannya dengan pendekatan
metode induksi. Bagi Veblen masyarakat merupakan suatu fenomena evolusi,
dimana segala sesuatunya terus menerus mengalami perubahan.
1. THORSTEIN BUNDE VEBLEN (1857-1929)
Veblen adalah anak seorang petani miskin yang melakukan imigrasi dari
Norwegia ke Amerika. Dalam keluarga petani miskin ini, termasuk di
dalamnya Veblen, ada Sembilan orang bersaudara. Agaknya latar belakang
kehidupan yang serba kekurangan inilah yang menjadi pangkal tolak
mengapa dalam kehidupannya ia sering bersikap getir, skeptis, dan bahkan
ada yang menilainya sebagai seorang fasis. Gelar yang diberikan pada
Veblen sangat banyak. Selain gelar-gelar diatas, ia juga sering digelari
sebagai seorang maverick, yang kira-kira bisa diartikan dengan orang
yang suka “lain dari yang lain”.
Gelar lain yang diberikan pada Veblen adalah iconoclast, yaitu orang
yang suka menyerang dan ingin menjatuhkan ide-ide atau gagasan-gagasan
orang-orang atau institusi tradisional yang diterima secara umum
(iconoclast = one who attacks and seeks to overthrow traditional or
popular ideas or institutions).
Gelar “radikal” juga cocok untuk Veblen, sebab ia sering atau bahkan
terus menerus mempermasalahkan inti kebenaran dari tata susunan
masyarakat. Dengan gelar-gelar sebagaimana disebutkan diatas Veblen
sering diperbandingkan dengan Karl Mark, tokoh sosialis/marxis yang juga
mempunyai kemampuan intelektual yang luar biasa dan sama-sama sering
melawan arus serta revolusioner. Bahkan latar belakang pendidikan di
antara keduanya mempunyai kemiripan, yaitu mempunyai latar belakang
pendidikan yang luas di bidang sosiologis, politik, falsafah, sejarah
dan antropologi disamping ekonomi. Pendidikan awal yang ditempuh Veblen
adalah bidang filsafat, yang diambilnya di Johns Hopkins University dan
Yale University.
Kemudian ia memperdalam ekonomi di Cornel University. Walaupun ia
seorang brilian, tetapi anehnya jabatannya sebagai dosen tidak pernah
lebih tinggi dari pembantu professor, baik waktu ia mengajar di Chacago,
Stanford maupun Missouri. Karena namanya sangat terkenal waktu
pendaftaran mahasiswa berbondong-bondong mengambil mata kuliah yang
diajarkannya. Tetapi yang ditemui mahasiswa adalah seorang eksentrik
yang selalu menggerutu.
Dari buku-buku yang ditulis telah membuat Veblen sangat terkenal.
Beberapa buku yang ditulis nya antara lain: The Theory of Leisure Class
(1899), The Theory of Business Enterprise (1904), The Instict of
Workmanship and the state of the Industrial Art (terbit tahun 1914, dan
tahun 1920 dipublikasikan kembali dengan judul: The Vested Interests and
the Comman Man); The Enggeneer and The Price system (1921); Absentee
Ownership in Recent Time; The Cese of America (1923). Selain buku-buku
yang disebutkan di atas masih banyak buku-buku lain yang ditulisnya
menyangkut masalah social, politik, bahkan juga tentang pertahanan
keamanan, dunia pendidikan dan sebagainya.
2. MOTIVASI KONSUMEN
Dalam The Theory of Leisure Class Veblen menjelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan dan pola prilaku konsumsi masyarakat.
Menurut Veblen, dulu perilaku orang terikat dengan masyarakat
sekeliling, dan orang dalam tingkah lakunya orang berusaha ikut
menyumbang terhadap perkembangan masyarakat. Orang berusaha menghindari
perbuatan yang merugikan orang banyak. Tetapi apa yang dilihatnya
sekarang dalam masyarakat kapitalis financial di Amerika ialah
orang-orang yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri saja, dan
tidak tertarik dengan kepentingan \ masyarakat banyak. Yang diperhatikan
oleh masyarakat sekarang hanyalah uang.
3. PRILAKU PENGUSAHA
Prilaku pengusaha amerika di masanya telah banyak mengalami perubahan.
Dahulu para pengusaha pada umumnya menghasilkan barang-barang dan jasa
untuk memperoleh keuntungan melalui kerja keras. Investasi masuk ke
dalam apa yang di maksud dengan production for use. Tetapi, pada masa
sekaranglaba dan keuntungan sebagian tidak di peroleh melalui kerja
keras, tetapi dengan trik-trik bisnis. Produksi seperti ini disebut
dengan production for profit.
Vablen melihat pada masa sekarang semakin banyak jumlah jenis pengusaha
yang memperoleh keuntungan dari berbagai macam cara tampa mempedulikan
nasip orang lain.
Vablen melihat dalam masyarakat amerika yang tumbuh begitu pesat telah
melahirkan suatu golongan yang di sebut absentee ownership. Golongan
absentee ownership adalah para pengusaha yang memiliki modal besar dan
menguasai sejumlah perusahaan,tapi tidak ikut terjun langsung dalam
kegiatan operasional di serahkan pada professional dan kariawan
kepercayaan. Dan golongan ini dalam kenyataan memperoleh keuntungan
paling besar.
Vablen melihat bahwa para pengusaha yang hanya mementingkan laba tanpa
memperhatikan laba tampa memperhatikan cara yang iya jalani. Mereka
mendapat kemudahan dan hak istimewa, misalnya dalam menguasai bahan
mentah dan menguasai daerah pemasaran. Ia juga mampu mengatur pejabat
kehakiman untuk tidak mempersoalkan kependudukan monopolinya atau agar
tidak mangganggu manipulasi pajak dan keuangan yang di lakukannya. Di
beberapa Negara berkembang yang masih belum mempunyai aturan permainan
atau rule of law yang jelas, sering dijumpai adanya kerja sama antara
pengusaha dengan militer demi mengamankan bisnis monopolinya. Artinya,
kalau ada pengusaha lain yang ikut dalam bisnis yang di monopolinya, ia
akan berurusan dengan militer.
Untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, ada pengusaha absentee
ownership tiddak segan-segan mematikan usaha pengusaha sungguhan yang
memperoleh keuntungan dengan kerja keras. Salah satu cara nya adalah
dengan melakukan akuisasi. Cara lain untuk mematikan pesaing ialah
dengan membanting harga, sehingga produk dari perusahaan pesaing tidak
laku. Setelah pesaing mati dan keluar pasar, biasanya mereka kembali
menaikkan harga dan memperoleh laba sangat besar.
Dengan monopoli power yang ada ditangan, mereka juga sering mengurangi
pasok barang-barang, sehingga harga melambung. lagi-Iagi, pengusaha
menerima keuntungan melebihi kewajaran. Dengan singkat, uang atau modal
ditangan pengusaha pemangsa lebih sebagai alat pengeksploitasi
keuntungan sebesar-besarnya dari pada sebagai asset yang dikelola dengan
efisien untuk memuaskan kebutuhan konsumen sebagaimana yang terjadi
dalam perusahaan sungguhan.
Maka tidak mengherankan Veblen menolak keras tesis kaum klasik. Tesis
yang ditentangnya menganggap bahwa usaha setiap orang yang mengejar
kepentingannya masing-masing pada akhirnya akan melahirkan suatu
harmoni dan keseimbangan dalam masyarakat secara keseluruhan. la melihat
bahwa perilaku pengusaha yang hanya mengejar kepentingan pribadi sangat
bertolak belakang dengan tujuan masyarakat secara keseluruhan.
Sebaliknya, demi mengejar kepentingan pribadi ada pengusaha yang
menghambat dan mematikan kepentingan orang banyak. Veblen menilai bahwa
para pengusaha absentee ownership yang biasa memperoJeh keuntungan
dengan cara yang saling menguntungkan tersebut sangat berpotensi
melahirkan golongan leisure class. Secara psikologis orang yang bisa
memperoleh sesuatu tanpa keringat tidak begitu menghargai sesuatu yang
diperolehnya. Maka tidak mengherankan kalau perilaku konsumsinya akan
bersifat conspicuous consumption. Hal ini berbeda dengan perilaku
konsumsi pengusaha murni yang sertus dan mati-matian dalam berusaha.
Karena keberhasilan dicapai melalui kerja keras, mereka akan lebih
berperhitungan dalam mengonsumsi barang dan jasa.
4. Tokoh-tokoh Institusional Lainnya
Veblen sebagai tokoh utama aliran ini mempunyai cukup banyak pengikut.
Di antaranya adalah : Wesley Mitchel, Gunnar Myrdal, Joseph Schumpeter,
dan Douglas North.
a). Wesley Clair Mitchel
Wesley clair mitchel adalah murid, teman dan pengagum Veblen. la berjasa
dalam me-ngembangkan metode-metode kuantitatif dan menjelaskan
peristiwa-peristiwa ekonomi. Salah satu karyanya yang sudah menjadi
klasik adalah : Business Cycles and Their Causes. Sesudah PD2, Mitchel
mengorganisasi sebuah badan penelitian "National Bureau of Economic
Research". Dari penelitian ini memungkinkan lebih dikembangkannya
penelitianpenelitian tentang pendapatan nasional, fluktuasi ekonomi
atau Business cycles, perubahan produktivitas, analisis harga.
b). Gunnar Karl Myrdal
Gunnar karl myrdal banyak menulis buku, antara lain: An American Dilema,
Value in Social Theory, Challenge to Affluence, dan Asian Drama: An
Inquiry into The Poverty of Nations. Salah satu pesan Myrdal pada
ahli-ahli ekonomi ialah agar ikut membuat value judgement. Jika itu
tidak dilakukan struktur-struktur teoritis ilmu ekonomi akan menjadi
tidak realistis. Myrdal percaya bahwa pemikiran Institusional sangat
diperlukan dalam melaksanakan pembangunan di Negara berkembang. Myrdal
meraih nobel dibidang Ekonomi pada tahun 1974 bersama F.A Hayek atas
jasa-jasanya dalam menyumbang pemikiran ekonomi, terutama bagi
pembangunan Negara berkembng.
c). Joseph A. Schumpeter
Joseph A. Schumpeter di masukkan ke dalam aliran institusional karena
ia mengatakan bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam ekonomi
itu sendiri, melainkan berada di luarnya, yaitu dalam lingkungan dan
institusi masyarakat. Sumber kemakmuran terletak dalam jiwa
kewiraswastaan para pelaku ekonomi yang mengarsiteki pembangunan.
d). Douglas North
Penghargaan terhadap aliran institusional mencapai puncaknya tahun 1993
pada waktu Douglas North menerima hadia nobel dalam bidang ekonomi.
Selama ini kebanyakan pakar ekonomi menganggap hanya mekanisme pasar
sebagai satu-satunya penggerak roda ekonomi, dan mengabaikan peran
institusi. Hal ini dinilai North keliru, sebab peran institusi tidak
kalah penting dalam pembangunan ekonomi. la menyimpulkan bahwa Negara
komunis hancur karena tidak mempunyai institusi yang mendukung mekanisme
pasar. Terhadap perubahan yang radikal di Eropa Timur dan eks Soviet,
North mengatakan bahwa reformasi yang dilakukan tidak akan memberikan
hasil nyata hanya dengan memperbaiki kebijakan ekonomi macro saja tapi
juga dibutuhkan dukungan seperangkat institusi yang mampu memberikan
insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi. Contoh institusi yang
mampu memberikan insentif terse but adalah hukum paten dan hak cipta,
hukum kontrak dan pemilikan tanah.
Apa yang dimaksud North dengan institusi sedikit berbeda dengan Veblen
sebagai pendiri aliran institusional. Bagi Veblen institusi djartikan
sebagai norma-norma, nilai-nilai, tradisi dan budaya. Namun, bagi North
institusi adalah peraturan perundangundangan berikut bersifat pemaksaan
dari peraturan-peraturan tersebut serta normanorma perilaku yang
membentuk interaksi antara manusia secara berulang-ulang. North melihat
institusi terutama pada konsekwensi institusi tersebut atas
pilihan-pilihan yang dilakukan oleh anggota masyarakat.
Komentar
Posting Komentar